SEKILAS PEMBUKA
Berawal
dari sebuah keinginan dan cita-cita untuk melihat kondisi sungai yang lebih
baik dan lebih layak, Heru Purnomo pada tahun 2014 tepatnya tanggal 7 Juni
menginisiasi sebuah gerakan untuk pembersihan sungai dalam bentuk komunitas.
Komunitas yang di bangun sekaligus di ketuai oleh Heru purnomo, di gagas dengan
nama Komunitas Peduli Sungai Ujung Hilir (KPSUH). KPSUH bergerak atas dasar
keprihatinan terhadap lingkungan (sungai) yang kotor terutama pada sungai yang
melewati Desa Pandes, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Bersama-sama
dengan warga, edukasi dan sosialisasi mengenai pelestarian lingkungan
sungai terus berkembang dengan sebuah
langkah kongkrit yaitu mendirikan Bank Sampah guna mengatasi permasalahan
membuang sampah sembarangan di sungai. Seiring berjalannya waktu, gairah untuk
terus menjaga dan merawat sungai terus tumbuh dan budaya tersebut sudah mulai
tertanam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Pandes. Dengan gerakan
sosialisasi yang dilakukan terus menerus hingga himbauan kepada warga
menggunakan berbagai macam poster yang di pasang, hasil perubahan dari Sungai
Ujung bagian hilir mulai terasa terlihat bersih bahkan hingga memunculkan taman
di pinggiran bantaran sungai untuk sungai yang nampak lebih baik.
Dengan
semangat yang tak terelakan KPSUH kini semakin bergairah eksistensinya. Berbagai
penghargaan baik lingkup wilayah maupun nasional berhasil di genggamnya.
BULAN MADU YANG TAK BERKESUDAHAN
(Catatan Heru Purnomo, Ketua Komunitas Peduli
Sungai Ujung Hilir Klaten)
Merawat
dan melestarikan sungai, adalah hal yang membutuhkan ketelatenan dan kesabaran
tinggi, sungai adalah urat air yang dimiliki oleh banyak orang, namun tak
banyak orang yang sadar untuk melestarikannya.
Terlibat
dalam pelestarian sungai, adalah ibarat melibatkan diri dalam sebuah cinta platonik,
butuh dada dan paru - paru yang bervolume besar untuk bisa terus menghela napas
panjang.
Sungai
bagi kita adalah sebuah anugerah yang mungkin terlambat kita disadari, bahwa
melestarikan sungai adalah ibarat berupaya membalas jasa dua orang tua yang
telah mengasuh kita tanpa pamrih, mungkin adalah analogi yang tepat. Betapa
tidak, selama berabad lamanya, sungai telah memberikan kepada kita
kesuburannya, kekayaannya, keindahannya, namun yang lebih sering kita lakukan
adalah mengotori dan tidak mempedulikan sungai itu.
Bagi
saya yang asli Desa Pandes, sekitar 2 kilometer Sungai Ujung yang merupakan
anak Sungai Dengkeng yang melintasi Desa Pandes merupakan sumber kenangan masa
kecil yang indah. Harus diakui, saat saya masih anak-anak, tak ada kepedulian
kami ini untuk melestarikan sungai Ujung, namun sekaligus pula sungai Ujung
memberikan bermacam keasyikan permainan dan petualangan bagi anak - anak desa
seperti saya.
Saat
awal saya menjabat sebagai Kepala Desa Pandes, Wajah Sungai Ujung, tempat kami
dulu bermain saat anak-anak, sudah Bopeng, Sungai Ujung menjadi Tong Sampah
raksasa sekaligus jamban terpanjang, bukan hanya sampah rumah tangga yang
dibuang dialiran Sungai Ujung tetapi bahkan limbah industri juga dicampakkan ke
sungai yang berhulu di Gunung Merapi ini.
Meski
sempat pesimis juga, apakah saya mampu menggerakkan warga untuk ikut serta
menjaga, namun saya yakin warga akan membantu, karena saat saya memasukkan
pelestarian lingkungan sungai dalam visi dan misi saya sebagai calon kepala
desa, bukan hanya ide yang berasal dari langit,
justru hasil penjaringan visi di grass root.
Saya
beruntung dan perhitungan saya benar, inisiasi untuk membersihkan sampah di
sungai Ujung yang melintasi Pandes disambut baik oleh warga. Ternyata warga
juga cukup risi dengan keberadaan sampah di sungai yang kian menggunung.
Dalam
3 periode gotong royong, akhirnya sampah yang menggunung di sepanjang aliran
sungai Ujung yang melintasi Desa Pandes mulai bisa dikurangi, tak cukup sampai
di situ, warga kemudian mulai menyusun strategi bersama untuk mengendalikan
sekaligus memanfaatkan sampah di seluruh Desa supaya tak lagi ada warga yang
membuang sampah di sungai.
Tanpa peran serta warga, gerakan ini
tak akan berhasil, selain membersihkan sampah sungai, warga bersepakat membangun
bank sampah untuk mengolah dan memilah sampah keluarga di Desa Pandes. juga
berhasil membebaskan sungai untuk tak lagi menjadi jamban raksasa dan menjadi
Desa ODF (Open Defecation Free - Bebas Buang Air Besar Sembarangan).
Pihak Desa sendiri juga memberikan
dukungan kepada kesadaran Warga Pandes, dengan membuat program-program desa
yang sesuai, termasuk membuat Peraturan Desa mengenai Pelestarian Lingkungan
pada tahun 2016, mengukuhkan keberadaan Komunitas Peduli Sungai Ujung Hilir,
dan program program lain yang saling berhubungan.
Ke depan masih banyak lagi yang ingin
kami buat untuk desa Pandes, dalam hubungannya dengan keberadaan dan
kelestarian sungai, Forum Masyarakat Peduli Sungai Ujung berharap Sungai Ujung
bisa memberikan manfaat secara finansial bagi warga dengan penataan yang baik.
Peran besar Masyarakat dan menguatnya
kesadaran akan kelestarian lingkungan terutama Sungai, adalah bagaikan Bulan
Madu Yang tak berkesudahan, Indah, dan semoga abadi selamanya.
SUNGAI
KITA LESTARIKAN & AIR KITA MULIAKAN
Kita
adalah saudara alam, yang hidup bersama sungai ujung bagian hilir di Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah. Kesadaran kita terbangun tatkala kemajuan zaman menerkam
dan mengoyak sungai ujung di bagian hilir.
Sampah
dan limbah industri ditambah sikap skeptis masyarakat mengakibatkan bencana
lingkungan. Dari situ, penurunan kesehatan yang drastis memberikan rasa kekhawatiran
terhadap generasi penerus bangsa. Kebosanan warga dan hentakan suara dari
pemimpin kampung menghidupkan api semangat kegotong-royangan kembali, “akankah kita
seperti ini terus?!”.
• Sebuah
cerita kebersamaan, semangat, harapan tawa bahagia bersama alam.
• Pergerakan
sebuah gelembung kecil masyarakat yang berawal dari desa menyuarakan
kesengsaraan alam dari sungai ujung hilir.
Hak
Cipta @ 2018 pada Penulis.
Penulis : Dwi Qomarudin & Nurul Faiqoh
Editor : Dwi Qomarih
Design : hanarasna.com
Korektor : Heru Purnomo
Klaten, 01 Juli
2018
EmoticonEmoticon